Merantau
ke Jakarta tanpa uang dan pendidikan, Bapak Haji Haryanto akhirnya melamar
sebagai anggota TNI. Setelah 20 tahun mengabdi di kesatuannya dengan pangkat
terakhir kopral, beliau justru sukses berbisnis angkutan umum.
Kini penghasilannya tak kalah dengan para
jenderal. Berkat ketekunan, keuletan, dan tentu saja garis keberuntungan yang
tergores di tangannya, Bapak Haji Haryanto akhirnya memetik buah usahanya. Bagi
Bapak Haji Haryanto ini disiplin memang bukan hal aneh. Maklum, beliau adalah
mantan anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Jangan pandang sebelah mata. Kariernya di TNI
memang berakhir saat beliau berpangkat kopral. Tapi, Bapak Haji Haryanto
benar-benar sukses mengelola bisnis.
Saat ini beliau memiliki 90 bus eksekutif yang
melayani jalur Jakarta-Kudus, Pati, Jepara, Ponorogo dan Madura. 20 unit Bis
Pariwisata. Selain itu, ia juga memiliki 150 unit angkutan kota (angkot) yang
merajai seluruh trayek di Tangerang serta memiliki show room mobil dan 2 buah
Rumah makan besar di Jawa Barat dan Jawa Tengah. Bapak Haji Haryanto sendiri
sebenarnya tak pernah menyangka ia akan menjadi pengusaha. Pasalnya, ia
terlahir sebagai anak desa di Kudus, Jawa Tengah. Orang tuanya hanyalah buruh
tani yang punya kerja sambilan sebagai tukang memisahkan tulang dan daging ikan
di pasar.
Sejak kecil Bapak Haji Haryanto memang
bercita-cita bisa berseragam loreng sambil memanggul senjata. Cita-citanya itu
akhirnya kesampaian juga. Tahun 1979 beliau mulai bekerja di kesatuan angkatan
udara Kostrad di Tangerang. "Saya dididik jadi pengemudi, tugas saya
mengangkut alat-alat berat, meriam, beras untuk konsumsi dan perminyakan,"
kenang Bapak Haji Haryanto. Penghasilan yang beliau kantongi waktu itu sekitar
Rp 18.000 per bulan.
Adapun Bapak Haji Haryanto , sejak kecil dididik
untuk bekerja keras, mulai dari menggembala sapi milik tetangga, berjualan es
atau sebagai tukang ngarit demi menambah penghasilan bagi kelangsungan hidup
keluarganya. Maklum, keluarganya adalah keluarga besar. Bapak Haji Haryanto
adalah anak keenam dari sebelas bersaudara.Meski ulet, ternyata Bapak Haji
Haryanto cukup bandel. Buktinya, beliau tidak menyelesaikan sekolahnya di
bangku Sekolah Teknik Menengah (STM) lantaran merasa tidak cocok. beliau lalu
kabur dari rumah dan hijrah ke Tangerang. "Saya akan mengubah nasib,"
begitu tekadnya waktu itu.Berbekal tekad dan semangat yang kuat, di Tangerang
Bapak Haji Haryanto lalu mendaftar sebagai anggota TNI.
Di sela-sela waktu bekerja sebagai sopir kendaraan
militer di kesatuannya, Bapak Haji Haryanto pun meluangkan waktunya untuk
menyopiri angkotnya. Saban hari beliau menyopir angkotnya pada pukul
15.00-16.00, kemudian bekerja di Kostrad hingga pukul 19.00. Selepas pukul
22.00, ia mulai mengemudikan angkotnya lagi hingga dini hari. Suka tidak suka,
Bapak Haji Haryanto harus mengurangi waktu tidurnya demi menafkahi istri dan
ketiga anaknya.Berkat rajin menyopiri angkotnya, tahun-tahun berikutnya Bapak
Haji Haryanto terus membeli angkot dari uang yang ia sisihkan.
Bekerja sambilan jadi sopir angkot karena sudah
bekerja dan mengantongi gaji, pada 1982 Bapak Haji Haryanto memberanikan diri
untuk menikah. Tapi, gaji belasan ribu yang diterimanya tiap bulan itu ternyata
tak cukup untuk menambal semua kebutuhan hidupnya. Bahkan, rumah sewa berukuran
3 x 4 meter yang beliau huni bersama dengan istrinya tak mampu ia bayar.
"Untuk membayar sewa rumah saja saya utang," kenangnya. Kepepet
dengan kondisi keuangan yang minim inilah yang justru mempertebal semangat
Bapak Haji Haryanto untuk mulai mencari usaha sampingan. Pada 1984, dengan
modal uang tabungan kurang dari Rp 1 juta, Haryanto nekat membeli satu unit
mobil angkutan kota (angkot) buatan Daihatsu.beliau pun lalu menjadi sopir bagi
kendaraan pribadinya yang berpelat kuning. Waktu itu rute yang ia tempuh Pasar
Anyar-Serpong. "Dulu masih kebun karet, jalannya juga enggak sebagus
sekarang," paparnya.
Kendati usianya baru 43 tahun, tahun 2002 lalu, ia
melayangkan surat pengunduran diri. "Saya enggak dapat pesangon, tapi
dapat pensiun Rp 800.000 per bulan," ujarnya.Sejak pensiun itulah Bapak
Haji Haryanto justru sibuk dengan mainan barunya, yaitu PO Haryanto yang
dirintisnya pada tahun yang sama. Waktu itu Bapak Haji Haryantomendapat kucuran
kredit dari Bank BRI sekitar Rp 3 miliar. Uang itu ia gunakan untuk membeli enam
unit bus senilai masing-masing Rp 800 juta. "Pinjaman itu saya pakai untuk
uang muka beli bus," katanya.Semula Bapak Haji Haryanto mengoperasikan
busnya untuk rute Cikarang-Cimone kelas non-AC alias ekonomi.
Modal untuk membeli angkot juga didapatnya dari
hasil kerja sambilannya yang lain, sebagai perwakilan bus PO Sumber Urip yang
ia tekuni sejak 1990-2000. Angkotnya terus beranak-pinak hingga puluhan dan
terus bertambah menembus angka 100 unit. "Insya Allah sekarang saya telah
memiliki jalur angkot hampir seluruh Tangerang," ungkapnya penuh syukur.
Saat ini sekitar 150 angkot ada dalam daftar asetnya. Dari usaha angkotnya
saja, jutaan rupiah berhasil beliau kantongi setiap hari.Tapi, Bapak Haji
Haryanto bukan orang yang gampang berpuas diri. Tahun 1990 ia membuka satu
gerai showroom mobil di Tangerang yang khusus menjual angkot dari beragam
karoseri. Gerai ini tak membutuhkan modal yang banyak, Bapak Haji Haryanto
hanya menyiapkan lahan bagi mereka yang ingin menjual angkotnya. "Modalnya
hanya kepercayaan," tukas Bapak Haji Haryanto. Showroom ini pun cukup
laris, setiap bulan sekitar 20-30 unit mobil berhasil beliau jual.Pensiun dari
kopral, gajinya jenderal karena putaran roda bisnisnya semakin kencang,
Haryanto pun akhirnya memutuskan untuk keluar dari kesatuannya di militer.
Sayangnya, bus jurusan tersebut sepi penumpang.
Maka, ia mengalihkan ke bus eksekutif yang ber-AC dan membuat rute baru yang
tujuannya tak jauh dari kampung halamannya, yaitu Jakarta-Kudus,
Jakarta-Jepara, dan Jakarta-Pati. Demi menjaga kualitas, Haryanto mendidik
sopir-sopirnya agar tidak ugal-ugalan dan diprotes penumpang. Walau sudah
menjadi juragan, Bapak Haji Haryanto pun tak segan-segan setiap hari nongkrong
di terminal, memeriksa sendiri kondisi bus-busnya sambil mendengarkan keluhan
penumpang.
Dari putaran roda bisnis di bisnis beragam
angkutan penumpang ini, Bapak Haji Haryanto kini menangguk pendapatan yang
lumayan. Karyawannya pun kini telah mencapai 600 orang. "Saya enggak
nyangka sekarang bisa menjadi pengusaha," ungkap Bapak Haji Haryanto.
Sebagai pengusaha, tentu saja penghasilan pensiunan kopral itu tak kalah dengan
para jenderal.
Bapak Haji Haryanto agaknya sadar betul bahwa
usahanya tak akan berhasil tanpa campur tangan Yang di Atas. Itu sebabnya, ia
berikrar akan memberangkatkan sopir-sopirnya ke Tanah Suci. Maka dari itu,
setiba dari Mekkah, kendati harga dolar sedang mahal-mahalnya, Bapak Haji
Haryanto memenuhi janjinya pada diri sendiri untuk memberangkatkan karyawannya
naik haji. Kesempatan pertama itu ia hadiahkan pada satu orang sopir yang telah
setia bekerja padanya. "Dia sopir pertama yang saya berangkatkan ke tanah
suci," ujarnya.
Mengongkosi Sopir ke Tanah Suci. Pergi ke tanah suci
adalah impian Bapak Haji Haryanto, pemilik PO Haryanto. Itu sebabnya, ia selalu
menyisihkan sedikit demi sedikit penghasilannya. Berkat uang hasil tabungannya
itulah, pada 1997, akhirnya ia bisa berangkat ke tanah suci bersama orang tua
dan istrinya. Sejak kakinya menginjakkan tanah suci itulah ia berjanji pada
dirinya untuk menjalankan bisnis ini dengan sungguh-sungguh.
"Alhamdulillah saya bisa ke Mekkah juga dari hasil usaha angkot,"
ujarnya.
Tradisi memberangkatkan karyawannya itu terus ia
pelihara hingga sekarang. Bagi karyawan yang taat dan tekun beribadah, Bapak
Haji Haryanto tak segan-segan membagi tiket untuk beribadah ke Mekkah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar